A real man speaks less, but means every word..

Tips Pria: Belajar Kebiasaan Baru dengan Berhenti Belajar Cara Menghilangkan Kebiasaan Buruk TOXIC

Belajar Kebiasaan Baru dengan Berhenti Belajar: Cara Menghilangkan Kebiasaan Buruk TOXIC

mrbacara.com, 4 MEI 2025
Penulis: Riyan Wicaksono
Editor: Muhammad Kadafi
Tim Redaksi: Diplomasi Internasional Perusahaan Victory88

Kebiasaan buruk yang bersifat toksik, seperti prokrastinasi, overthinking, perfeksionisme, atau hubungan yang merusak, dapat menghambat pertumbuhan pribadi, merusak kesehatan mental, dan mengganggu hubungan sosial. Meskipun banyak orang berfokus pada “belajar” kebiasaan baru untuk memperbaiki diri, pendekatan yang sering diabaikan adalah “berhenti belajar” (unlearning)—proses sadar untuk melepaskan pola pikir dan perilaku toksik yang sudah mendarah daging. Dengan menghentikan kebiasaan buruk, kita membuka ruang untuk membangun kebiasaan baru yang lebih sehat dan produktif. Artikel ini menyajikan pembahasan profesional, lengkap, rinci, dan jelas tentang cara menghilangkan kebiasaan buruk toksik melalui pendekatan unlearning, mencakup konsep dasar, penyebab kebiasaan toksik, langkah-langkah praktis, tantangan, manfaat, serta relevansi dalam konteks kehidupan modern, termasuk budaya Indonesia.

1. Memahami Konsep Unlearning dan Kebiasaan Buruk Toksik

Perilaku Toxic yang Dapat Meracuni Dirimu Sendiri – UKM-LPM Teropong UMSU

a. Apa Itu Unlearning?

Unlearning adalah proses sengaja melepaskan kebiasaan, pola pikir, atau perilaku yang tidak lagi bermanfaat atau justru merugikan. Berbeda dengan belajar (learning), yang menambah pengetahuan atau keterampilan baru, unlearning berfokus pada menghapus pola lama yang sudah otomatis namun toksik. Dalam konteks psikologi, unlearning mirip dengan konsep extinction dalam teori perilaku, di mana respons tertentu dihilangkan dengan menghentikan penguatan (reinforcement) terhadapnya.

Contohnya, seseorang yang terbiasa menunda pekerjaan (prokrastinasi) mungkin telah “belajar” pola ini karena merasa nyaman menghindari stres jangka pendek. Untuk menghentikan kebiasaan ini, mereka perlu unlearn pola penghindaran dan menggantinya dengan tindakan proaktif.

b. Apa Itu Kebiasaan Buruk Toksik?

Kebiasaan buruk toksik adalah pola perilaku atau pikiran yang merugikan diri sendiri, orang lain, atau lingkungan sekitar. Ciri-ciri kebiasaan toksik meliputi:

  • Berulang dan Otomatis: Kebiasaan ini dilakukan tanpa sadar karena sudah menjadi bagian dari rutinitas, seperti scrolling media sosial berjam-jam.

  • Dampak Negatif: Menyebabkan stres, penurunan produktivitas, atau kerusakan hubungan, misalnya people-pleasing yang mengorbankan kebutuhan pribadi.

  • Sulit Dihentikan: Karena terkait dengan penguatan emosional (misalnya, merasa lega sementara) atau lingkungan sosial yang mendukungnya.

Contoh kebiasaan toksik yang umum meliputi:

  • Prokrastinasi: Menunda tugas hingga batas waktu, menyebabkan stres dan hasil kerja buruk.

  • Overthinking: Menganalisis situasi secara berlebihan, memicu kecemasan dan ketidakpastian.

  • Perfeksionisme: Menuntut kesempurnaan, yang sering menghambat kemajuan dan menurunkan harga diri.

  • Hubungan Toksik: Bertahan dalam hubungan yang merendahkan atau manipulatif karena takut sendirian.

  • Kebiasaan Digital: Kecanduan media sosial atau game online, yang mengurangi waktu produktif.

c. Mengapa Unlearning Penting?

Menurut penelitian dalam Journal of Behavioral Therapy (2023), kebiasaan buruk sering kali bertahan karena otak kita membentuk jalur saraf (neural pathways) yang mengotomatiskan perilaku tersebut. Untuk mengubahnya, kita perlu mengganggu jalur ini melalui unlearning, yang memungkinkan pembentukan kebiasaan baru. Pendekatan ini efektif karena:

  • Membuka Ruang Mental: Menghapus pola toksik membebaskan energi untuk fokus pada perilaku positif.

  • Meningkatkan Kesadaran Diri: Proses unlearning mendorong refleksi tentang mengapa kebiasaan itu ada dan bagaimana menghentikannya.

  • Mendukung Perubahan Jangka Panjang: Berfokus pada penghentian kebiasaan buruk menciptakan fondasi yang kuat untuk kebiasaan baru yang berkelanjutan.

2. Penyebab Kebiasaan Buruk Toksik 12 Kebiasaan Buruk yang Mengganggu Kesehatan Tubuh

Memahami akar kebiasaan toksik adalah langkah awal untuk menghentikannya. Penyebabnya bisa bersifat psikologis, sosial, atau lingkungan.

a. Faktor Psikologis

  • Mekanisme Koping yang Salah: Banyak kebiasaan toksik, seperti prokrastinasi atau overthinking, muncul sebagai cara menghindari stres atau ketidaknyamanan. Misalnya, menunda tugas memberikan rasa lega sementara, tetapi memperburuk masalah jangka panjang.

  • Harga Diri Rendah: Orang dengan kepercayaan diri rendah mungkin terjebak dalam people-pleasing atau perfeksionisme untuk mencari validasi eksternal.

  • Trauma atau Pengalaman Masa Lalu: Pengalaman negatif, seperti penolakan atau kegagalan, dapat memicu pola toksik seperti menghindari risiko atau mencari hubungan yang tidak sehat.

b. Faktor Sosial

  • Norma Budaya: Di Indonesia, budaya “jaga muka” atau menghindari konflik dapat mendorong people-pleasing, di mana seseorang mengorbankan kebutuhan demi menjaga harmoni sosial.

  • Tekanan Sosial: Ekspektasi keluarga, teman, atau media sosial dapat memicu kebiasaan toksik seperti perfeksionisme atau konsumsi berlebihan untuk memenuhi standar tertentu.

  • Lingkungan Toksik: Hubungan dengan orang-orang yang manipulatif atau lingkungan kerja yang penuh tekanan dapat memperkuat kebiasaan buruk, seperti overthinking atau ketergantungan emosional.

c. Faktor Lingkungan

  • Akses Teknologi: Kecanduan media sosial atau game online sering didorong oleh desain aplikasi yang memanfaatkan dopamin untuk menjaga pengguna tetap terlibat.

  • Kondisi Ekonomi: Stres finansial dapat memicu kebiasaan seperti prokrastinasi atau pelarian emosional melalui konsumsi berlebihan.

  • Kebiasaan yang Ditiru: Anak-anak sering meniru kebiasaan buruk orang tua, seperti pola komunikasi agresif atau menghindari tanggung jawab.

d. Dampak Neurobiologis

Menurut Dr. Judson Brewer dalam bukunya Unwinding Anxiety (2021), kebiasaan buruk diperkuat oleh siklus dopamin di otak, di mana perilaku tertentu (misalnya, scrolling media sosial) memberikan kepuasan instan. Siklus ini menciptakan habit loop yang terdiri dari trigger (pemicu), behavior (perilaku), dan reward (hadiah). Untuk menghentikan kebiasaan toksik, kita perlu mengganggu siklus ini melalui unlearning.

3. Langkah-Langkah Praktis untuk Unlearning Kebiasaan Buruk Toksik Cara hilangin kebiasaan burukmu! | Galeri diposting oleh Ukhti Azizah |  Lemon8

Berikut adalah panduan langkah demi langkah untuk menghilangkan kebiasaan buruk toksik dengan pendekatan unlearning:

a. Langkah 1: Identifikasi Kebiasaan Toksik

  • Tindakan: Lakukan refleksi diri untuk mengenali kebiasaan yang merugikan. Tulis daftar kebiasaan yang ingin diubah, seperti prokrastinasi, overthinking, atau kecanduan media sosial.

  • Alat Bantu: Gunakan jurnal untuk mencatat kapan dan mengapa kebiasaan ini terjadi. Tanyakan: “Apa pemicunya? Apa yang saya rasakan setelah melakukannya?”

  • Contoh: Jika Anda sering menunda pekerjaan, catat situasi yang memicu prokrastinasi, seperti tugas yang terasa sulit atau rasa takut gagal.

  • Manfaat: Kesadaran adalah kunci untuk unlearning. Penelitian dari Journal of Positive Psychology (2022) menunjukkan bahwa refleksi diri meningkatkan kemampuan untuk mengubah perilaku hingga 30%.

b. Langkah 2: Pahami Akar Penyebab

  • Tindakan: Telusuri mengapa kebiasaan ini terbentuk. Apakah karena stres, tekanan sosial, atau pengalaman masa lalu? Konsultasi dengan terapis atau psikolog dapat membantu untuk kasus yang kompleks.

  • Alat Bantu: Gunakan teknik “5 Why” (tanyakan “mengapa” lima kali untuk mencari akar masalah). Misalnya: “Mengapa saya menunda? Karena saya takut gagal. Mengapa saya takut gagal? Karena saya ingin sempurna.”

  • Contoh: Jika Anda overthinking, mungkin akarnya adalah rasa tidak aman dari pengalaman ditolak di masa kecil.

  • Manfaat: Memahami penyebab membantu Anda menargetkan solusi yang tepat, bukan hanya mengobati gejala.

c. Langkah 3: Ganggu Siklus Kebiasaan (Habit Loop)

  • Tindakan: Identifikasi pemicu (trigger), perilaku (behavior), dan hadiah (reward) dari kebiasaan toksik, lalu ubah salah satu elemennya.

    • Pemicu: Hindari situasi yang memicu kebiasaan, seperti menyimpan ponsel di ruangan lain untuk mengurangi scrolling.

    • Perilaku: Ganti perilaku toksik dengan alternatif yang sehat, seperti menulis jurnal alih-alih overthinking.

    • Hadiah: Cari hadiah baru yang lebih sehat, seperti merasa bangga setelah menyelesaikan tugas kecil.

  • Alat Bantu: Gunakan teknik habit stacking (menempelkan kebiasaan baru pada rutinitas yang sudah ada) atau aplikasi seperti Habitica untuk melacak kemajuan.

  • Contoh: Untuk prokrastinasi, ubah pemicu dengan membagi tugas besar menjadi langkah kecil, ganti perilaku dengan mulai bekerja selama 5 menit, dan beri hadiah seperti secangkir kopi setelahnya.

  • Manfaat: Mengganggu siklus kebiasaan melemahkan jalur saraf lama, memudahkan unlearning.

d. Langkah 4: Praktikkan Mindfulness untuk Kesadaran Penuh

  • Tindakan: Latih mindfulness untuk mengenali dorongan melakukan kebiasaan toksik tanpa bereaksi secara otomatis. Meditasi selama 5–10 menit sehari dapat membantu.

  • Alat Bantu: Gunakan aplikasi seperti Headspace atau Calm untuk meditasi terpandu. Teknik pernapasan 4-7-8 (tarik napas 4 detik, tahan 7 detik, hembuskan 8 detik) juga efektif untuk menenangkan pikiran.

  • Contoh: Saat merasa ingin overthinking, tarik napas dalam dan alihkan fokus ke sensasi tubuh atau lingkungan sekitar.

  • Manfaat: Mindfulness meningkatkan kontrol diri dan mengurangi reaktivitas emosional, menurut studi dari Neuroscience Letters (2023).

e. Langkah 5: Ganti Kebiasaan Toksik dengan Kebiasaan Positif

  • Tindakan: Setelah melemahkan kebiasaan buruk, perkenalkan kebiasaan baru yang selaras dengan nilai dan tujuan Anda. Mulai dengan langkah kecil untuk membangun momentum.

  • Alat Bantu: Gunakan aturan “2 Menit” (mulai kebiasaan baru dengan tindakan yang memakan waktu kurang dari 2 menit, seperti menulis satu kalimat untuk mengatasi prokrastinasi).

  • Contoh: Ganti scrolling media sosial dengan membaca buku selama 10 menit atau berjalan kaki untuk mengurangi stres.

  • Manfaat: Kebiasaan positif memperkuat jalur saraf baru, membuat perubahan lebih berkelanjutan.

f. Langkah 6: Bangun Lingkungan Pendukung

  • Tindakan: Modifikasi lingkungan untuk mendukung unlearning. Kurangi paparan terhadap pemicu kebiasaan toksik dan cari dukungan dari orang-orang yang positif.

    • Lingkungan Fisik: Singkirkan distraksi, seperti mematikan notifikasi ponsel.

    • Lingkungan Sosial: Bergaul dengan orang-orang yang mendukung perubahan Anda, seperti teman yang mendorong produktivitas.

  • Alat Bantu: Bergabung dengan komunitas, seperti kelompok meditasi atau forum online, untuk berbagi pengalaman dan motivasi.

  • Contoh: Untuk menghentikan hubungan toksik, tetapkan batasan dengan orang tersebut dan cari teman yang menghargai Anda.

  • Manfaat: Lingkungan yang mendukung meningkatkan keberhasilan perubahan perilaku hingga 40%, menurut American Psychological Association (2022).

g. Langkah 7: Pantau dan Rayakan Kemajuan

  • Tindakan: Lacak kemajuan Anda dengan jurnal atau aplikasi pelacak kebiasaan. Rayakan kemenangan kecil untuk mempertahankan motivasi.

  • Alat Bantu: Gunakan aplikasi seperti Streaks atau Todoist untuk mencatat keberhasilan harian. Beri hadiah kecil, seperti menonton film favorit setelah seminggu bebas prokrastinasi.

  • Contoh: Jika Anda berhasil mengurangi scrolling media sosial dari 3 jam menjadi 1 jam sehari, catat pencapaian ini dan beli sesuatu yang Anda sukai sebagai hadiah.

  • Manfaat: Pemantauan dan penghargaan memperkuat motivasi intrinsik, memudahkan unlearning jangka panjang.

4. Tantangan dalam Unlearning Kebiasaan Toksik Tantangan Aku Menghadapi "Toxic People" | Galeri diposting oleh Ayu Intania  | Lemon8

Meskipun efektif, proses unlearning memiliki tantangan yang perlu diantisipasi:

a. Resistensi Psikologis

  • Masalah: Otak cenderung mempertahankan kebiasaan lama karena nyaman dan hemat energi. Ini disebut status quo bias.

  • Solusi: Mulai dengan perubahan kecil untuk mengurangi resistensi, seperti mengurangi waktu media sosial 10 menit per hari.

b. Pemicu Lingkungan

  • Masalah: Pemicu seperti stres kerja atau teman yang mendukung kebiasaan buruk dapat memicu kambuh.

  • Solusi: Identifikasi dan hindari pemicu, atau ganti respons terhadapnya, seperti bermeditasi saat stres alih-alih overthinking.

c. Ekspektasi yang Tidak Realistis

  • Masalah: Banyak orang ingin perubahan instan, tetapi unlearning membutuhkan waktu (biasanya 66 hari untuk membentuk kebiasaan baru, menurut European Journal of Social Psychology, 2009).

  • Solusi: Tetapkan tujuan realistis dan fokus pada proses, bukan hasil akhir.

d. Dukungan Sosial yang Kurang

  • Masalah: Teman atau keluarga mungkin tidak mendukung perubahan, terutama jika kebiasaan lama menguntungkan mereka (misalnya, people-pleasing).

  • Solusi: Komunikasikan tujuan Anda dengan jelas dan cari komunitas baru yang mendukung.

e. Kambuh (Relapse)

  • Masalah: Kambuh adalah bagian normal dari perubahan perilaku, tetapi bisa menurunkan motivasi.

  • Solusi: Lihat kambuh sebagai peluang belajar, bukan kegagalan. Analisis penyebabnya dan perkuat strategi Anda.

5. Manfaat Unlearning Kebiasaan Toksik

Menghilangkan kebiasaan buruk toksik melalui unlearning membawa manfaat signifikan:

a. Kesehatan Mental yang Lebih Baik

  • Mengurangi stres, kecemasan, dan depresi dengan menghentikan pola seperti overthinking atau perfeksionisme. Studi dari Journal of Clinical Psychology (2023) menunjukkan bahwa mindfulness mengurangi gejala kecemasan hingga 25%.

b. Produktivitas yang Meningkat

  • Menghentikan prokrastinasi memungkinkan Anda menyelesaikan tugas lebih cepat dan efisien, meningkatkan rasa pencapaian.

c. Hubungan yang Lebih Sehat

  • Menghilangkan kebiasaan seperti people-pleasing atau ketergantungan emosional menciptakan hubungan yang lebih autentik dan setara.

d. Harga Diri yang Lebih Tinggi

  • Mengganti kebiasaan toksik dengan perilaku positif memperkuat kepercayaan diri dan rasa kontrol atas hidup Anda.

e. Keseimbangan Hidup

  • Dengan lebih sedikit waktu terbuang pada kebiasaan buruk, Anda memiliki lebih banyak waktu untuk hobi, keluarga, atau pengembangan diri.

6. Contoh Penerapan dalam Kehidupan Nyata

Untuk memperjelas, berikut adalah skenario penerapan unlearning kebiasaan toksik:

a. Prokrastinasi

  • Masalah: Anda selalu menunda laporan kerja karena takut hasilnya tidak sempurna.

  • Langkah Unlearning:

    • Identifikasi pemicu: Tugas yang kompleks.

    • Pahami akar: Perfeksionisme dan takut dikritik.

    • Ganggu siklus: Mulai dengan menulis satu paragraf selama 2 menit.

    • Mindfulness: Sadari dorongan untuk menunda dan alihkan fokus ke langkah kecil.

    • Ganti kebiasaan: Kerjakan tugas dalam sesi 25 menit (Pomodoro Technique).

    • Lingkungan: Matikan notifikasi ponsel saat bekerja.

    • Pantau: Catat berapa tugas yang selesai setiap minggu.

  • Hasil: Anda menyelesaikan laporan lebih cepat, merasa lebih percaya diri, dan stres berkurang.

b. Overthinking

  • Masalah: Anda terus memikirkan percakapan masa lalu, takut telah membuat kesalahan.

  • Langkah Unlearning:

    • Identifikasi pemicu: Situasi sosial atau waktu luang.

    • Pahami akar: Rasa tidak aman dari penolakan masa lalu.

    • Ganggu siklus: Tulis pikiran Anda di jurnal untuk melepaskannya.

    • Mindfulness: Lakukan meditasi 5 menit saat overthinking muncul.

    • Ganti kebiasaan: Alihkan fokus ke hobi seperti membaca atau olahraga.

    • Lingkungan: Hindari media sosial yang memicu perbandingan.

    • Pantau: Catat frekuensi overthinking setiap hari.

  • Hasil: Pikiran lebih tenang, waktu lebih produktif, dan hubungan sosial lebih rileks.

c. Hubungan Toksik

  • Masalah: Anda bertahan dengan teman yang selalu merendahkan Anda karena takut sendirian.

  • Langkah Unlearning:

    • Identifikasi pemicu: Interaksi dengan teman tersebut.

    • Pahami akar: Ketergantungan emosional atau harga diri rendah.

    • Ganggu siklus: Tetapkan batasan, seperti mengurangi kontak.

    • Mindfulness: Sadari perasaan Anda saat bersama mereka tanpa bereaksi.

    • Ganti kebiasaan: Cari teman baru melalui komunitas hobi.

    • Lingkungan: Bergabung dengan kelompok yang mendukung, seperti klub buku.

    • Pantau: Catat bagaimana perasaan Anda setelah mengurangi interaksi.

  • Hasil: Anda merasa lebih dihargai, membangun hubungan yang sehat, dan lebih percaya diri.

7. Relevansi dalam Konteks Indonesia

Di Indonesia, kebiasaan buruk toksik sering dipengaruhi oleh budaya dan dinamika sosial:

  • Budaya “Jaga Muka”: Norma untuk menghindari konflik dapat mendorong people-pleasing, di mana seseorang mengorbankan kebutuhan demi menjaga harmoni. Unlearning pola ini penting untuk membangun batasan yang sehat.

  • Tekanan Sosial: Ekspektasi keluarga atau masyarakat, seperti menikah di usia tertentu, dapat memicu overthinking atau perfeksionisme. Pendekatan unlearning membantu individu fokus pada nilai pribadi.

  • Pengaruh Media Sosial: Dengan 167 juta pengguna media sosial di Indonesia (DataReportal, 2024), kecanduan digital adalah masalah besar, terutama di kalangan Gen Z. Unlearning kebiasaan ini dapat meningkatkan produktivitas dan kesehatan mental.

  • Stigma Kesehatan Mental: Banyak orang Indonesia ragu mencari bantuan profesional karena stigma. Unlearning pola ini mendorong penerimaan terhadap terapi atau konseling.

Pendekatan unlearning selaras dengan nilai-nilai lokal seperti “nrimo ing pandum” (menerima dengan ikhlas), tetapi menekankan tindakan proaktif untuk mengubah diri demi kesejahteraan pribadi.

8. Kritik dan Batasan Pendekatan Unlearning

Meskipun efektif, unlearning memiliki batasan:

  • Waktu dan Kesabaran: Proses ini membutuhkan waktu dan konsistensi, yang bisa menantang bagi orang dengan jadwal sibuk.

  • Ketergantungan pada Kesadaran Diri: Orang yang kurang introspektif mungkin kesulitan mengidentifikasi kebiasaan toksik tanpa bantuan profesional.

  • Resistensi Sosial: Dalam budaya kolektif seperti Indonesia, menetapkan batasan atau meninggalkan hubungan toksik bisa dianggap egois, memicu konflik sosial.

  • Kebutuhan Dukungan Profesional: Untuk kebiasaan yang berakar pada trauma atau gangguan mental, unlearning sendiri mungkin tidak cukup tanpa terapi.

Kesimpulan

Belajar kebiasaan baru dengan “berhenti belajar” (unlearning) adalah pendekatan revolusioner untuk menghilangkan kebiasaan buruk toksik seperti prokrastinasi, overthinking, atau hubungan yang merusak. Dengan memahami akar kebiasaan, mengganggu siklusnya, mempraktikkan mindfulness, dan membangun lingkungan pendukung, kita dapat melepaskan pola lama yang merugikan dan menggantinya dengan kebiasaan positif yang mendukung pertumbuhan pribadi. Meskipun menghadapi tantangan seperti resistensi psikologis atau tekanan sosial, manfaat unlearning—seperti kesehatan mental yang lebih baik, produktivitas yang meningkat, dan hubungan yang lebih sehat—sangat signifikan.

Di Indonesia, di mana budaya dan tekanan sosial sering memperkuat kebiasaan toksik, pendekatan ini menawarkan jalan untuk menyeimbangkan nilai-nilai lokal dengan kesejahteraan individu. Dengan langkah-langkah praktis seperti refleksi diri, penggantian kebiasaan, dan dukungan komunitas, siapa pun dapat memulai perjalanan unlearning untuk hidup yang lebih bermakna. Seperti kata Charles Duhigg dalam The Power of Habit (2012), “Perubahan dimulai dengan memahami kebiasaan Anda—dan memilih untuk mengubahnya.” Dengan unlearning, kita tidak hanya menghentikan kebiasaan buruk, tetapi juga membuka pintu menuju versi terbaik dari diri kita sendiri.

BACA JUGA: Tips Perawatan Mobil Toyota Corolla E80 (1983–1987) untuk Performa Optimal dan Umur Panjang

BACA JUGA: Sejarah Kemerdekaan Negara Tuvalu: Perjalanan Panjang Menuju Kedaulatan

BACA JUGA: Perawatan Babi dari 0 Hari sampai Dewasa Siap untuk Produksi/Jual